Kamis, 31 Mei 2012


Konsep Kewirausahaan dan Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah

A.  Konsep Kewirausahaan
Kewirausahaan Sampai saat ini konsep kewirausahaan masih terus berkembang. Kewirausahan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya.
Seseorang yang memiliki karakter wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Wirausaha adalah orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya. Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993:5), “An entrepreneur is one who creates a new business in the face of risk and uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and asembling the necessary resources to capitalze on those opportunities”. Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan. Intinya, seorang wirausaha adalah orang-orang yang memiliki karakter wirausaha dan mengaplikasikan hakikat kewirausahaan dalam hidupnya. Dengan kata lain, wirausaha adalah orang-orang yang memiliki jiwa kreativitas dan inovatif yang tinggi dalam hidupnya.
Dari beberapa konsep di atas menunjukkan seolah-olah kewirausahaan identik dengan  kemampuan para wirausaha dalam dunia usaha (business). Padahal, dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu  identik dengan karakter wirausaha semata, karena karakter wirausaha kemungkinan juga dimiliki oleh seorang yang bukan wirausaha. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta maupun pemerintahan (Soeparman Soemahamidjaja, 1980). Wirausaha adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup (Prawirokusumo, 1997).
Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001). Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Menurut Zimmerer (1996:51), nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut:
  1. Pengembangan teknologi baru (developing new technology),
  2. Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge),
  3. Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or services),
  4. Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing more goods and services with fewer resources).
Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada peran pengusaha kecil, namun sebenarnya karakter  wirausaha juga dimiliki oleh orang-orang  yang berprofesi di luar wirausaha. Karakter kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan,   pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun profesinya.
Dengan demikian, ada enam hakikat pentingnya kewirausahaan, yaitu:
  1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis (Ahmad Sanusi, 1994)
  2. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro, 1997)
  3. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih.
  4. Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Drucker, 1959)
  5. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha (Zimmerer, 1996)
  6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan.
Berdasarkan keenam pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan adalah  nilai-nilai yang membentuk karakter dan perilaku seseorang yang selalu kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Meredith dalam Suprojo Pusposutardjo(1999), memberikan  ciri-ciri seseorang yang memiliki karakter wirausaha sebagai orang yang (1) percaya  diri, (2) berorientasi tugas dan hasil, (3) berani mengambil risiko, (4) berjiwa kepemimpinan, (5) berorientasi ke depan, dan (6)  keorisinalan.
Jadi, untuk menjadi wirausaha yang berhasil, persyaratan utama yang harus dimiliki adalah memiliki jiwa dan watak kewirausahaan. Jiwa dan watak kewirausahaan tersebut dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, atau kompetensi. Kompetensi itu sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman usaha. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa seseorang wirausaha adalah seseorang yang memiliki jiwa dan kemampuan tertentu dalam berkreasi dan berinovasi. Ia adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different) atau kemampuan kreatif dan inovatif. Kemampuan kreatif dan inovatif tersebut secara riil tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha (start up), kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru (creative), kemauan dan kemampuan untuk mencari peluang (opportunity), kemampuan dan keberanian untuk menanggung risiko (risk bearing) dan kemampuan untuk mengembangkan ide dan meramu sumber daya.
B.   Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah
Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai wirausaha. Pada dasarnya, pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor), peserta didik secara bersama-sama sebagai suatu  komunitas pendidikan. Pendidikan kewirausahaan diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.  Dalam hal ini, program pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek.
1.   Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi Dalam Seluruh Mata Pelajaran
Yang dimaksud dengan pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam proses  pembelajaran adalah penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran sehingga hasilnya diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran di seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah pengintegrasian ini bisa dilakukan pada saat menyampaikan materi, melalui metode pembelajaran maupun melalui sistem penilaian.
Dalam pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan ada banyak nilai yang dapat ditanamkan pada peserta didik. Apabila semua nilai-nilai kewirausahaan tersebut harus ditanamkan dengan intensitas yang sama pada semua mata pelajaran, maka penanaman nilai tersebut menjadi sangat berat. Oleh karena itu penanaman nilainilai kewirausahaan dilakukan secara bertahap dengan cara memilih sejumlah nilai pokok sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai lainnya. Selanjutnya nilai-nilai pokok tersebut diintegrasikan pada semua mata pelajaran. Dengan demikian setiap mata pelajaran memfokuskan pada penanaman nilai-nilai pokok tertentu yang paling dekat dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Nilai-nilai pokok kewirausahaan yang diintegrasikan ke semua mata pelajaran pada langkah awal ada 6 (enam)  nilai pokok yaitu: mandiri, kreatif pengambil resiko, kepemimpinan, orientasi pada tindakan dan kerja keras.
Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan, silabus dan RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun silabus yang terintegrsi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan mengadaptasi silabus yang telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam silabus untuk mewadahi nilai-nilai kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Sedangkan cara menyususn RPP yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP yang sudah ada dengan menambahkan pana materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri.Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dalam silabus dan RPP dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
  • Mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan sudah tercakup didalamnya.
  • Mencantumkan nilai-nilai kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SKdan KD kedalam silabus.
  • Mengembangkan langkah pembelajaran peserta didik aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan integrasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku.
  • Memasukan langkah pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai kewirausahaan ke dalam RPP.
2.   Pendidikan Kewirausahaan yang Terpadu Dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah. Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Misi ekstra kurikuler adalah (1) menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka; (2) menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.
3.  Pendidikan Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan karakter termasuk karakter wirausaha dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler.
Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pengembangan  kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.
Pengembangan diri secara khusus bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan: bakat, minat, kreativitas, kompetensi, dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian. Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik. Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan ‘business day’ (bazar, karya peserta didik, dll)
4.   Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan dari Teori ke Praktik
Dengan cara ini, pembelajaran kewirausahaan diarahkan pada pencapaian tiga kompetansi yang meliputi penanaman karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan pemahaman konsep. Dalam struktur kurikulum SMA, pada mata pelajaran ekonomi ada beberapa Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan pendidikan kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang mampu menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara mendirikan kantin kejujuran, dsb.
5.   Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan ke dalam Bahan/Buku Ajar
Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan semata-mata mengikuti urutan penyajian dan k egiatan-kegiatan pembelajaran (task) yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang berarti. Penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.
6.  Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Kutur Sekolah
Budaya/kultur sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat sekolah.
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan mengunakan fasilitas sekolah, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya berwirausaha di lingkungan sekolah (seluruh warga sekolah melakukan aktivitas berwirausaha di lngkungan sekolah).
7. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Muatan Lokal
Mata pelajaran ini memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill) sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Contoh anak yang berada di  ingkungan sekitar pantai, harus bisa menangkap potensi lokal sebagai peluang untuk mengelola menjadi produk yang memiliki nilai tambah, yang kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam rangka untuk memperoleh pendapatan.
Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mulok, hampir sama dengan integrasi pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan ini, RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya MULOK memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun RPP MULOK yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP MULOK yang sudah ada dengan menambahkan pada materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.

Sejarah Pendidikan di Indonesia


Dalam masyarakat Indonesia sebelum masuk kebudayaan Hindu, pendidikan diberikan langsung oleh orang tua atau orang tua-orang tua dari masyarakat setempat mengenai kehidupan spiritual moralnya dan cara hidup untuk memenuhi perekonomian mereka. Masuknya dan meluasnya kebudayaan asing yang dibawa ke Indonesia telah diserap oleh Bangsa Indonesia melalui masyarakat pendidikannya. Lembaga Pendidikan itu telah menyampaikan kebudayaan tertulis dan banyak unsur-unsur kebudayaan lainnya.

Sejarah pendidikan di Indonesia dimulai pada zaman berkembangnya satu agama di Indonesia. Kerajaan-kerajaan  Hindu di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera yang mulai pada abad ke-4 sesudah masehi itulah tempat mula-mula ada pendidikan yang terdapat di daerah-daerah itu. Dapat dikatakan, bahwa lembaga-lembaga pendidikan dilahirkan oleh lembaga-lembaga agama dan  mata pelajaran yang tertua adalah pelajaran tentang agama. Tanda-tanda mengenai adanya kebudayaan dan peradaban Hindu tertua ditemukan pada abad ke-5 di daerah Kutai (Kalimantan). Namun demikian gambaran tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan di Indonesia didapatkan dari sumber-sumber Cina kurang lebih satu abad kemudian.
Ada 2 macam sistem pendidikan dan pengajaran Islam di Indonesia :
Pendidikan di Langgar
Di setiap desa di Pulau Jawa terdapat tempat beribadah dimana umat Islam dapat melakukan ibadanya sesuai dengan perintah agamanya. Tempat tersebut dikelola oleh seorang petugas yang disebut amil, modin atau lebai (di Sumatera). Petugas tersebut berfungsi ganda, disamping memberikan do’a pada waktu ada upacara keluarga atau desa, dapat pula berfungsi sebagai guru agama.
Pendidikan di Pesantren
Dimana murid-muridnya yang belajar diasramakan yang dinamakan pondok-pondok tersebut dibiayai oleh guru yang bersangkutan ataupun atas biaya bersama dari masyarakat pemeluk agama Islam. Para santri belajar pada bilik-bilik terpisah tetapi sebagian besar waktunya digunakan untuk keluar ruangan baik untuk membersihkan ruangan maupun bercocok tanam.
Pendidikan Pada Abad Ke Dua Puluh Jaman Pemerintahan Hindia Belanda Dan Pendudukan
Di kalangan orang-orang Belanda timbul aliran-aliran untuk memberikan kepada pendudukan asli bagian dari keuntungan yang diperoleh orang Eropa (Belanda) selama mereka menguasai Indonesia. Aliran ini mempunyai pendapat bahwa kepada orang-orang Bumiputera harus diperkenalkan kebudayaan dan pengetahuan barat yang telah menjadikan Belanda bangsa yang besar. Aliran atau paham ini dikenal sebagai Politik Etis (Etische Politiek)
Gagasan tersebut dicetuskan semula olah Van Deventer pada tahun 1899 dengan mottonya “Hutang Kehormatan” (de Eereschuld). Politik etis ini diarahkan untuk kepentingan penduduk Bumiputera dengan cara memajukan penduduk asli secepat-cepatnya melalui pendidikan secara Barat.
Dalam dua dasawarsa semenjak tahun 1900 pemerintah Hindia Belanda banyak mendirikan sekolah-sekolah berorientasi Barat. Berbeda dengan Snouck Hurgronje yang mendukung pemberian pendidikan kepada golongan aristokrat Bumiputera, maka Van Deventer menganjurkan pemberian pendidikan Barat kepada orang-orang golongan bawah. Tokoh ini tidak secara tegas menyatakan bahwa orang dari golongan rakyat biasa yang harus didahulukan tetapi menganjurkan supaya rakyat biasa tidak terabaikan. Oleh karena itu banyak didirikan sekolah-sekolah desa yang berbahasa pengantar bahasa daerah, disamping sekolah-sekolah yang berorientasi dan berbahasa pengantar bahasa Belanda. Yang menjadi landasan dari langkah-langkah dalam pendidikan di Hindia Belanda, maka pemerintah mendasarkan kebijaksanaannya pada pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
Pendidikan dan pengetahuan barat diterapkan sebanyak mungkin bagi golongan penduduk Bumiputera untuk itu bahasa Belanda diharapkan dapat menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah
Pemberian pendidikan rendah bagi golongan Bumiputera disesuaikan dengan kebutuhan mereka
Atas dasar itu maka corak dan sistem pendidikan dan persekolahan di Hindia Belanda pada abad ke-20 dapat ditempuh melalui 2 jalur tersebut. Di satu pihak melalui jalur pertama diharapkan dapat terpenuhi kebutuhan akan unsur-unsur dari lapisan atas serta tenaga didik bermutu tinggi bagi keperluan industri dan ekonomi dan di lain pihak terpenuhi kebutuhan tenaga menengah dan rendah yang berpendidikan.
Tujuan pendidikan selama periode kolonial tidak pernah dinyatakan secara tegas. Tujuan pendidikan antara lain adalah untuk memenuhi keperluan tenaga buruh untuk kepentingan kaum modal Belanda. Dengan demikian penduduk setempat dididik untuk menjadi buruh-buruh tingkat rendahan (buruh kasar). Ada juga sebagian yang dilatih dan dididik untuk menjadi tenaga administrasi, tenaga teknik, tenaga pertanian dan lain-lainnya yang diangkat sebagai pekerja-pekerja kelas dua atau tiga. Secara singkat tujuan pendidikan ialah untuk memperoleh tenaga-tenaga kerja yang murah. Suatu fakta menurut hasil Komisi Pendidikan Indonesia Belanda yang dibentuk pada tahun 1928 – 1929 menunjukkan bahwa 2 % dari orang-orang Indonesia yang mendapat pendidikan barat berdiri sendiri dan lebih dari  83% menjadi pekerja bayaran serta selebihnya menganggur. Diantara yang 83% itu 45% bekerja sebagai pegawai negeri. Pada umumnya gaji pegawai negeri dan pekerja adalah jauh lebih rendah dibandingkan dengan gaji-gaji Barat mengenai pekerjaan yang sama.



Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)



A. HAKEKAT PEMBELAJARAN PKn

     Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004). Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sampai yang terakhir pada Kurikulum 2004 berubah namanya menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
      Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 
      Landasan PKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan perubahan zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah-Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

B. TUJUAN PEMBEAJARAN PKn

Tujuan mata pelajaran Kewarganegaraan adalah sebagai berikut ini.
  1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menangggapi isu kewarganegaraan.
  2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
  3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
  4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. (Kurikulum KTSP, 2006)
C. RUANG LINGKUP PEMBELAJARAN PKn

Ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
  1. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.
  2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.
  3. Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.
  4. Kebutuhan warganegara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warganegara.
  5. Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan kostitusi.
  6. Kekuasaan dan Politik meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokarasi.
  7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. (Kurikulum KTSP, 2006)

Jumat, 11 Mei 2012

 PENGARUH ATRIBUT TOKO DOMINAN BERDAMPAK PADA MINAT ATAU KEMAUAN KONSUMEN DALAM PROSES PEMBELANJAAN




 PENDAHULUAN
Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang dan mendapatkan laba. Sebuah perusahaan dikatakan berhasil menjalankan fungsinya apabila mampu menjual produknya pada konsumen dan mmperoleh profit semaksimal mungkin. Konsumen sebagai salah satu elemen, memegang peranan penting dimana dari waktu ke waktu mereka semakin kritis dalam menyikapi suatu produk.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimana pengaruh kelengkapan barang, pelayanan, harga, lokasi toko, dan kualitas barang terhadap minat beli konsumen pada Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar; (2) Variabel atribut toko mana yang paling dominan dalam mempengaruhi minat beli konsumen pada Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar.
LANDASAN TEORI
Pemasaran

Pengertian Pemasaran menurut Stanton adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Stanton, 1997).
Pengertian tersebut dapat memberikan gambaran bahwa pemasaran sebagai suatu sistem dari kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan, ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang/jasa kepada pembeli secara individual maupun kelompok pembeli. Kegiatan-kegiatan tersebut beroperasi dalam suatu lingkungan yang dibatasi sumber-sumber dari perusahaan itu sendiri, peraturan-peraturan, maupun konsekuensi sosial perusahaan.
Pengertian pemasaran menurut Kotler (2000: 8), pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk dengan pihak lain. Dalam hal ini pemasaran merupakan proses pertemuan antara individu dan kelompok dimana masing-masing pihak ingin mendapatkan apa yang mereka butuhkan/inginkan melalui tahap menciptakan, menawarkan, dan pertukaran.
Definisi pemasaran tersebut berdasarkan pada prinsip inti yang meliputi: kebutuhan (needs), produk (goods, services and idea), permintaan (demands), nilai, biaya, kepuasan, pertukaran, transaksi, hubungan, dan jaringan, pasar, pemasar, serta prospek.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi cara dan keberhasilan perusahaan terhadap pemasarannya, yaitu: (1) Lingkungan Eksternal Sistem Pemasaran. Lingkungan ini tidak dapat dikendalikan perusahaan, misalnya kebebasan masyarakat dalam menerima atau menolak produk perusahaan, politik dan peraturan pemerintah, keadaan perekonomian, kependudukan serta munculnya pesaing; (2) Variabel Internal Sistem Pemasaran. Variabel ini dapat dikendalikan oleh perusahaan, terdiri atas dua kelompok, yaitu sumber bukan pemasaran (kemampuan produksi, keuangan, dan personal) dan komponen-komponen bauran pemasaran yang meliputi: produk, harga, promosi, dan distribusi (Swastha, 2002).
Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku Konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut (Swastha dkk., 1997).
Perilaku konsumen mempelajari di mana, dalam kondisi macam apa, dan bagaimana kebiasaan seseorang membeli produk tertentu dengan merk tertentu. Kesemuanya ini sangat membantu manajer pemasaran di dalam menyusun kebijaksanaan pemasaran perusahaan. Proses pengambilan keputusan pembelian suatu barang atau jasa akan melibatkan berbagai pihak, sesuai dengan peran masing-masing. Peran yang dilakukan tersebut adalah: (1) Initiator, adalah individu yang mempunyai inisiatif pembelian barang tertentu; (2) Influencer, adalah individu yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Informasi mengenai kriteria yang diberikan akan dipertimbangkan baik secara sengaja atau tidak; (3) Decider, adalah yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya; (4) Buyer, adalah individu yang melakukan transaksi pembelian sesungguhnya; (5) User, yaitu individu yang mempergunakan produk atau jasa yang dibeli.
Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan pembelian terhadap suatu produk. Manajemen perlu mempelajari faktor-faktor tersebut agar program pemasarannya dapat lebih berhasil. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor ekonomi, psikologis, sosiologis dan antropologis.
Alasan mengapa seseorang membeli produk tertentu atau alasan mengapa membeli pada penjual tertentu akan merupakan faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam menentukan desain produk, harga, saluran distribusi, dan program promosi yang efektif, serta beberapa aspek lain dari program pemasaran perusahaan.
Adapun beberapa teori perilaku konsumen adalah sebagai berikut:            (1) Teori Ekonomi Mikro. Teori ini beranggapan bahwa setiap konsumen akan berusaha memperoleh kepuasan maksimal. Mereka akan berupaya meneruskan pembeliannya terhadap suatu produk apabila memperoleh kepuasan dari produk yang telah dikonsumsinya, di mana kepuasan ini sebanding atau lebih besar dengan marginal utility yang diturunkan dari pengeluaran yang sama untuk beberapa produk yang lain; (2) Teori Psikologis. Teori ini mendasarkan diri pada faktor-faktor psikologis individu yang dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lingkungan. Bidang psikologis ini sangat kompleks dalam menganalisa perilaku konsumen, karena proses mental tidak dapat diamati secara langsung; (3) Teori Antropologis. Teori ini juga menekankan perilaku pembelian dari suatu kelompok masyarakat yang ruang lingkupnya sangat luas, seperti kebudayaan, kelas-kelas sosial dan sebagainya.
METODE PENELITIAN
Populasi Dan Sampel
Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari subjek-subjek yang karakteristiknya akan diduga. Populasi dalam penelitian ini adalah mencakup para pengunjung Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar dalam kategori dewasa yang sudah pernah melakukan pembelian produk di Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar periode Februari-April 2004.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang karakteristiknya akan dijadikan obyek penelitian. Sampel meliputi sebagian dari para pengunjung toko dalam kategori dewasa yang sudah pernah melakukan pembelian produk di Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Random Sampling terhadap objek yang diteliti, dimana peneliti telah membuat kisi-kisi/kriteria-kriteria tertentu berdasarkan ciri-ciri subjek yang akan dijadikan sampel penelitian. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 100 orang responden.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan  berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara: (1) Kuesioner atau angket yang diberikan kepada responden; (2) Observasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan dan penelitian secara langsung terhadap obyek yang diteliti guna melengkapi data yang diperlukan; (3) Wawancara, yaitu mengadakan wawancara dengan pimpinan, staf, maupun karyawan-karyawati untuk mendapatkan informasi yang lebih luas dan dalam.
Definisi Variabel
Penelitian ini menggunakan dependent variabel (minat beli konsumen) dan independent variabel yang terdiri dari:  kelengkapan barang, pelayanan, harga, lokasi toko, dan kualitas barang. Kelengkapan barang meliputi aneka macam jenis produk yang ditawarkan pihak swalayan. Pelayanan dalam penelitian ini diproksi dengan service yang diberikan karyawan-karyawati terhadap konsumen. Sementara variabel harga adalah nilai yang diberikan seorang pembeli terhadap suatu produk. Variabel lokasi toko adalah merupakan areal swalayan termasuk di dalamnya fasilitas tempat parkir. Sedangkan kualitas barang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kualitas yang meliputi segi keawetan dan keaslian produk-produk yang ditawarkan swalayan.
Instrumen Penelitian
Angket
Angket merupakan alat pengumpulan data yang cukup relevan dengan tujuan penelitian serta memiliki validitas dan reliabilitas yang optimal. Hal ini dikarenakan jawaban pada angket dapat dimanifestasikan ke dalam angka-angka, tabel analisis statistik dan uraian serta kesimpulan hasil penelitian. Dalam penelitian ini kedua variabel, baik yang bebas maupun terikat diungkap dengan kuesioner yang berisi pernyataan-pernyataan dan sistem pengukurannya menggunakan skala Likert. Untuk mengetahui minat beli konsumen diukur dengan skala Likert yang merupakan pengukuran variabel yang hasilnya bersifat ordinal (jenjang). Dalam Skala Likert digunakan 5 katagori penilaian yang masing-masing katagori tersebut akan dikualifikasikan dengan memberi katagori bobot penilaian. Sample yang digunakan sebanyak 100 responden.
Validitas dan Reliabilitas
Validitas
Salah satu instrumen yang sering dipakai dalam penelitian ilmiah adalah angket yang bertujuan untuk mengetahui pendapat seseorang mengenai suatu hal. Ada dua syarat penting yang berlaku pada sebuah angket, yaitu keharusan angket untuk valid dan reliabel. Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya. Suatu angket dikatakan valid (sah) jika pertanyaan pada suatu angket mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh angket tersebut. Sedangkan dikatakan reliabel (andal) jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisiten atau stabil dari waktu ke waktu (Azwar, 2003).
Reliabilitas
Menurut Azwar (2003), reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil usaha pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subyek yang sama memperoleh hasil yang sama pula. Selama aspek dalam diri subyek yang diukur belum berubah.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Uji Instrumen Penelitian
Hasil pengujian dengan menggunakan program SPSS 10.0 menunjukkan hasil bahwa semua item pertanyaan dalam angket terbukti valid dan reliabel.
Uji Validitas Asumsi Klasik
Normalitas
Hasil pengujian normalitas (e) dengan formula Jarqu Berra (JB tes) diperoleh hasil 0,542051, kemudian dikalikan dengan probability (0,762597) diperoleh hasil 0,413366, sehingga dapat dinyatakan bahwa data yang diuji berdistribusi normal, karena bila dibandingkan dengan alpha 0,05 ternyata lebih besar.
Heteroskedastisitas
Hasil pengujian dengan White Heteroskedasticity Test diperoleh nilai Obs*R-squared sebesar 18,58239, kemudian dikalikan probability sebesar 0,069014. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai 1,28 dan bila dibandingkan dengan alpha 0,05 ternyata lebih besar, berarti tidak ada problem Heteroskedastisitas.
Multikolinieritas
Hasil pengujian dengan metode Klein, terlihat bahwa R² > r ², maka Ho ditolak atau dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat pengaruh multikolinearitas.
Uji Hipotesa
  1. Persamaan Regresi
Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.  Persamaan regresi dirumuskan sebagai berikut:
LnY = – 6,809 + 0,373 X1 - 0,029 X2 + 0,167 X3 + 0,828 X4 + 4,980 X5
(3,218)*** (-0,408) (2,397)*** (10,554)*** (4,203)***
Dari persamaan diatas dapat diketahui: (a) Konstanta sebesar      –6,809 jika tidak ada kelengkapan barang (X1), pelayanan (X2), harga (X3), lokasi toko (X4), dan kualitas barang (X5), maka minat beli konsumen akan berkurang sebesar –6,809; (b) Koefisien Regresi sebesar 0,373 menyatakan bahwa setiap penambahan 1% kelengkapan barang akan meningkatkan minat beli konsumen sebesar 0,373; (c) Koefisien Regresi sebesar -0,029 menyatakan bahwa setiap penambahan 1% pelayanan akan mengurangi minat beli konsumen sebesar 0,029; (d) Koefisien Regresi sebesar 0,167 menyatakan bahwa setiap penambahan 1%  harga akan meningkatkan minat beli konsumen sebesar 0,167; (e) Koefisien Regresi sebesar 0,828 menyatakan bahwa setiap penambahan 1%  lokasi toko akan meningkatkan minat beli konsumen sebesar 0,828; (f) Koefisien Regresi sebesar 4,980 menyatakan bahwa setiap penambahan 1%  kualitas barang akan meningkatkan minat beli konsumen sebesar 4,980.
  1. Uji Statistik
Uji ketepatan Model
Koefisien determinasi (R2) menunjukkan Y yang dijelaskan oleh X1, X2, X3, X4, X5. Hasil perhitungan diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,840109 yang menunjukkan bahwa secara statistik variasi dari Variabel Kelengkapan Barang, Pelayanan, Harga, Lokasi Toko, dan Kualitas Barang dari uji koefisien determinasi (R2) mampu menjelaskan variasi dari Variabel Minat Beli Konsumen sebesar 84,011% dan sisanya 15,989% dijelaskan variasi di luar model (unselected variabel).
Uji F
Untuk uji F-statistik, diperoleh F-statistik pada hasil regresi sebesar 77,06276, sementara F-tabel dengan a=0,05 (5%) adalah sebesar 2,31 karena F-statistik pada model ini lebih besar dari       F-tabel, berarti H0 ditolak dan menerima Ha, maka dapat dikatakan bahwa variabel-variabel independent secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap variabel dependent.
Uji t terhadap koefisien regresi
Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel, apabila thitung > ttabel berarti variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat. Hasil yang diperoleh dari pengujian regresi dapat dibahas pada variabel-variabel independent, sebagai berikut: (a) Pada Variabel X1 (Kelengkapan Barang), dengan menggunakan uji one-tailed side pada tingkat signifikansi 5 %       (a=0,05) nilai t dengan derajat bebas (d.f.=94) adalah 1,6612 kemudian dibandingkan dengan nilai t-hitung dari kelengkapan barang sebesar 3,218 , ternyata t-hitung terletak didaerah kritis   (H0 ditolak Ha diterima) berarti hipotesa yang menyatakan bahwa kelengkapan barang berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen diterima dan dapat dikatakan variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan; (b) Pada Variabel X2 (Pelayanan), dengan menggunakan uji one-tailed side pada tingkat signifikansi 5 % (a=0,05) nilai t dengan derajat bebas (d.f.=94) adalah 1,6612 kemudian dibandingkan dengan nilai t-hitung dari pelayanan sebesar –0,408 , ternyata t-hitung terletak di daerah penerimaan (H0 diterima Ha ditolak) berarti hipotesa yang menyatakan bahwa pelayanan berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen ditolak dan dapat dikatakan variabel tersebut tidak memiliki hubungan yang signifikan; (c) Pada Variabel X3 (Harga), dengan menggunakan uji one-tailed side pada tingkat signifikansi 5 % (a=0,05) nilai t dengan derajat bebas (d.f.=94) adalah 1,6612 kemudian dibandingkan dengan nilai t-hitung dari harga sebesar 2,397, ternyata t-hitung terletak didaerah kritis (H0 ditolak Ha diterima) berarti hipotesa yang menyatakan bahwa harga berpengaruh terhadap minat beli konsumen diterima dan dapat dikatakan variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan; (d) Pada Variabel X4 (Lokasi Toko), dengan menggunakan uji one-tailed side pada tingkat signifikansi 5 % (a=0,05) nilai t dengan derajat bebas (d.f.=94) adalah 1,6612 kemudian dibandingkan dengan nilai t-hitung dari lokasi toko sebesar 10,554, ternyata t-hitung terletak didaerah kritis (H0 ditolak Ha diterima) berarti hipotesa yang menyatakan bahwa lokasi toko berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen diterima dan dapat dikatakan variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan; (e) Pada Variabel X5 (Kualitas Barang), dengan menggunakan uji one-tailed side pada tingkat signifikansi 5 % (a=0,05) nilai t dengan derajat bebas (d.f.=94) adalah  1,6612 kemudian dibandingkan dengan nilai t-hitung dari kualitas barang sebesar 4,203, ternyata t-hitung terletak di daerah kritis (H0 ditolak Ha diterima) berarti hipotesa yang menyatakan bahwa kualitas barang berpengaruh terhadap minat beli konsumen diterima dan dapat dikatakan variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan.
PEMBAHASAN
Pada pembahasan yang berkaitan dengan hasil regresi ini adalah variabel kelengkapan barang, variabel pelayanan, variabel harga, variabel lokasi toko, dan variabel kualitas barang.
Hal ini dapat terjadi berdasarkan penelitian, bahwa di Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar ada variabel-variabel yang mampu mempengaruhi minat beli konsumen dan ada variabel yang tidak mampu mempengaruhi minat beli konsumen.
1) Variabel Kelengkapan Barang
Dari hasil penelitian, variabel kelengkapan barang mampu mempengaruhi minat beli konsumen dan memiliki hubungan yang signifikan. Sehingga kelengkapan barang yang meliputi aneka macam jenis dan merk produk yang meliputi: kebutuhan rumah tangga, fashion, perlengkapan kantor, alat tulis, peralatan elektronika, mainan anak, dan produk lainnya yang ditawarkan pihak Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar mampu mempengaruhi minat beli konsumen.
Selain itu konsumen juga tertarik untuk membeli karena  produk yang dijual di Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar selalu up to date atau mengikuti mode yang sedang trend dan berkembang. Faktor lainnya adalah produk-produk yang dijual merupakan merk-merk terkenal yang mampu menciptakan daya tarik  bagi konsumen dengan berbagai selera yang beragam.
2) Variabel Harga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel harga  mampu mempengaruhi dan memiliki hubungan yang signifikan terhadap minat beli konsumen sehingga penetapan harga di Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar cukup bersaing dan terjangkau oleh konsumen, mengingat kemampuan dan daya beli konsumen di lingkungan penelitian cukup banyak memiliki perhatian terhadap harga yang diperkenalkan, adanya diskon harga yang diadakan pada bulan-bulan tertentu menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen dengan daya beli yang beragam.
3) Variabel Lokasi Toko
Dari hasil penelitian, variabel lokasi toko mampu mempengaruhi minat beli konsumen dan memiliki hubungan yang signifikan sehingga lokasi toko ini memiliki peranan yang cukup besar, karena tersedianya sarana tempat parkir dan keamanan yang memadai bagi para pengunjung toko, sehingga dengan sendirinya akan memberikan rasa aman bagi pengunjung Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar yang memiliki sarana transportasi serta letak yang sangat strategis, yakni berada di kawasan Palur Karanganyar yang mudah dijangkau konsumen dari segala penjuru.
4) Kualitas Barang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kualitas barang mampu mempengaruhi minat beli konsumen dan memiliki hubungan yang signifikan, sehingga apabila kualitas barang itu rendah maka minat beli konsumen akan rendah dan sebaliknya apabila kualitas barang itu tinggi, maka minat beli konsumen juga akan tinggi.
Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar senantiasa menjaga dan memperhatikan betul akan kualitas barang yang dijualnya dan sedapat mungkin menghindari menjual barang-barang berkualitas rendah meskipun harganya murah. Di era informasi seperti ini konsumen semakin kritis dan cerdas dalam melakukan pembelian barang, sehingga kualitas merupakan faktor kunci yang tidak bisa ditawar lagi.
5) Variabel Pelayanan
Untuk variabel pelayanan dari hasil penelitian tidak mampu mempengaruhi dan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap minat beli konsumen.
Berdasarkan deskripsi data diketahui bahwa aspek pelayanan yang baik dan cepat, sebanyak 63% responden menyatakan tanggapan baik. Pada aspek pramuniaga yang ramah, sebanyak  63% responden menyatakan tanggapan baik. Pada aspek karyawan-karyawati yang tepat pelayanan, diketahui sebanyak 59% reponden menyatakan tanggapan baik. Hal ini menunjukkan bahwa aspek pelayanan di Swalayan Sami Makmur sudah cukup baik dan mendapatkan tanggapan yang positif dari konsumennya, namun tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat beli mereka. Dalam uji one-tailed side pada tingkat signifikansi 5% (a=0,05) ternyata t-hitung terletak di daerah penerimaan (H0 diterima Ha ditolak) berarti hipotesa yang menyatakan bahwa pelayanan berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen ditolak.
Menurut Mayer (2002), pelayanan terkait erat dengan sejumlah faktor meliputi: produk dan jasa yang ditawarkan, jasa pendukung penjualan dan kesan yang baik yang diterima konsumen. Seorang penjual dituntut untuk memberikan respon secara cerdik terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang produk/jasa dari konsumen, adanya sikap yang baik terhadap pelanggan dimana sikap dihubungkan dengan etika yang merupakan cara yang dapat diterima secara sosial dalam berhubungan dengan konsumen, adanya penampilan pribadi yang menarik yang merupakan kriteria terpenting yang dapat mempengaruhi konsumen.
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
  1. Karakteristik konsumen Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar dapat digambarkan sebagai berikut: jumlah perempuan lebih besar dibanding laki-laki, sebagian besar berusia 26-36 tahun, paling banyak berpendidikan tamat SLTA, sebagian besar pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, dan sebagian besar berasal dari strata sosial ekonomi menengah atau yang berpendapatan antara Rp 300.000 – Rp 750.000;
  2. Tanggapan konsumen terhadap atribut toko yang meliputi: kelengkapan barang, pelayanan, harga, lokasi, dan kualitas barang sebagian besar responden menyatakan tanggapan yang positif atau menyetujui dan ada sebagian responden yang memberikan tanggapan negatif atau tidak menyetujui pada aspek ragam barang yang lengkap yakni 68% responden.
  3. Deskripsi data tentang minat beli konsumen menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai minat beli yang besar di Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar dengan tingkat kemantapan yang sangat variatif, yakni: 44% menyatakan mantap, 34% kurang mantap, 12% sangat tidak mantap, 6% tidak mantap dan 4% responden menyatakan sangat mantap.
  4. 89
    Adanya pengaruh positif dan signifikan dari kelengkapan barang (X1), harga (X3), lokasi toko (X4), dan kualitas barang (X5) terhadap minat beli konsumen. Sedangkan variabel pelayanan (X2) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap minat beli konsumen. Besarnya pengaruh dari masing-masing variabel penelitian  dapat dijelaskan pada persamaan regresi sebagai berikut:
  1. Variabel atribut toko yang paling dominan dalam mempengaruhi minat beli konsumen adalah lokasi toko yakni sebesar 10,554. Sementara itu  kualitas barang sebesar 4,203, kelengkapan barang sebesar 3,218, dan harga sebesar 2,397, terbukti mempunyai pengaruh positif terhadap minat beli konsumen dan mempunyai hubungan yang signifikan.
REKOMENDASI
Berdasarkan analisis data dan pembahasan serta hasil pengamatan langsung di Swalayan Sami Makmur Karanganyar, maka penulis mengajukan beberapa saran yang diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak manajemen guna kemajuan dan perkembangan swalayan, sebagai berikut:
  • Ditinjau dari jumlah pembeli terlihat bahwa perempuan lebih dominan melakukan pembelian dibanding laki-laki, sehingga segmen laki-laki perlu digarap lebih serius lagi, misalnya: ragam produk laki-laki ditingkatkan jenis dan jumlahnya.
  • Ditinjau dari aspek usia, bahwa konsumen remaja (15–25 tahun) hanya 26% saja. Hal ini sebenarnya dapat ditingkatkan mengingat daerah Palur dan sekitarnya adalah daerah yang cukup banyak segmen remajanya, mengingat banyaknya sekolah (perguruan tinggi, akademi, lembaga pendidikan) yang berdiri di daerah itu. Oleh karena itu manajemen perlu menjaring segmen remaja ini dengan lebih serius, misalnya: mengadakan program-program promosi yang sifatnya melibatkan segmen remaja, seperti mengadakan lomba-lomba, kontes hiburan, dan sebagainya.
  • Ditinjau dari tingkat pendapatan bahwa sebagian besar konsumen adalah golongan ekonomi menengah, oleh karena itu perlu adanya upaya serius untuk menjaring segmen menengah ke atas. Cara yang ditempuh bisa dengan menata ulang lay-out swalayan sehingga terkesan mewah dan tidak terkesan murahan.
  • Pada aspek ragam barang yang lengkap sebanyak 65% responden Swalayan Sami Makmur tidak menyetujui atau memberikan tanggapan negatif, oleh karena itu pihak manajemen perlu lebih meningkatkan jenis dan ragam produk yang dijual sehingga dapat memenuhi keinginan serta kebutuhan konsumen yang beraneka ragam terutama di wilayah Palur dan sekitarnya.
  • Hasil penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa masing-masing variabel independen meliputi: variabel kelengkapan barang, harga, lokasi toko, dan kualitas barang dapat mempengaruhi variabel dependent, yakni minat beli konsumen di Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar yang untuk kemudian hari perlu ditingkatkan secara komprehensif, baik dalam hal kelengkapan barang, harga, lokasi toko, dan kualitas barang. Sedangkan variabel pelayanan, dari hasil penelitian ternyata tidak mampu mempengaruhi dan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap minat beli konsumen, sehingga perlu dilakukan serangkaian strategi yang matang dan tepat dalam membangkitkan minat beli konsumen dari aspek pelayanan, misalnya: (1) memperbaiki penampilan (performance) karyawan/ karyawati; (2) meningkatkan pengetahuan (science) karyawan/karyawati terhadap produk yang dijualnya; (3) meningkatkan kemampuan komunikasi (communication) karyawan/ karyawati terhadap konsumen.
  • Variabel lokasi toko terbukti dari hasil penelitian mempunyai pengaruh yang paling dominan dalam mempengaruhi minat beli konsumen untuk di kemudian hari perlu mendapat perhatian yang lebih serius dan perlu dilakukan usaha  peningkatan yang lebih intensif dan berkesinambungan dalam memaksimalkan daya tarik lokasi toko, misalnya: adanya petugas khusus (satpam) yang bertanggungjawab terhadap keamanan dan kenyamanan lalu lintas parkir di depan Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar, sehingga pengunjung toko tidak merasa was-was selama berbelanja.